cerita kerja ditempat baru
Bilik Cerita

Grogi : Cerita Kerja di Tempat Baru

Minggu ini aku memulai pekerjaan baru yang bergerak pada bidang keuangan. Tidak pernah terbersit sedikit untuk bekerja dibidang ini, apalagi untuk menetap di kampung. Keputusan yang tidak ada dalam rencana ku dahulu.

Sedikit cerita, aku sering sekali mengalami grogi yang bahkan ini juga dialami oleh orang lain. Apalagi itu hal baru atau pertama kali melakukan hal tersebut. Aku tipe orang yang sedikit memiliki ketakutan bertemu orang baru, apalagi itu bukan orang dari lingkungan yang sama.

Pertama karena aku bekerja berkaitan dengan menghitung uang tunai dan bertemu langsung dengan orang baru. Tau kan rasanya grogi mau ngomong apa dan ngitung uang nya yang kaku. Padahal saat latihan menghitung uang tunai di mesin itu berjalan lancar, ada kesalahan sekali atau dua kali paling banyak. Kuakui dari dulu memang lumayan bingung menghitung uang tunai, rasanya lebih senang melihat angkanya saja daripada menghitung langsung uangnya.

Beruntung rasa grogi yang sekarang sudah bisa dimanag, meski menhitung uang tunai sedikit lama dari karyawan lama, nasabah masih mau menunggu tanpa komplain.

Cerita grogi yang paling berkesan dan masih teringat jelas di memori ialah saat pertama kali interview di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Jadi dulu baru saja diklat dasar sebagai syarat menjadi anggota pers mahasiswa. Saat itu aku dipercaya menjadi kru magang, tugas pertama langsung liputan seminar di Faperika. Sebelum berangkat menyiapkan catatan yang berisi pertanyaan 5W+1H. Sudah lengkap, kalau tidak salah hanya 6 atau 7 pertanyaan saja, sebab hanya mengikuti anjuran waktu diklat kan. Belum berani untuk mengeksplor pertanyaan lagi.

Pertayaan umum, “Apa nama kegiatannya? Siapa yang menjadi pemateri dan pesertanya hingga pertanyaan lainnya.”

Kala itu aku sudah janjian dengan ketua panitia, kebetulan dapat kontak dari senior di pers mahasiswa kan. Nah pas di lokasi, nanyain panitia, “ketua panitianya siapa,”  sambil mencari-cari orangnya. Setelah bertemu, aku jabat tangan narasumberku. Tanganku yang dingin dan kaku ini masih terbata-bata untuk bertanya, cukup dengan modal pertanyaan yang sudah tercatat pada bukuku. Overal liputan pertamaku lancar, meski tangan dingin dan durasi interview yang sangat-sangat singkat, karena yang on point saja tanpa ada basa-basi.

Melalui interview yang kaku tersebut akhirnya tulisanku terbit di web. Ini prestasi yang patut apresiasi karena berani buat wawancara dan menyelesaikan tulisan. Setelah wawancara tersebut, aku masih sering mengalami “ketakutan” bertemu untuk interview orang baru. Rasa takut dan eksaited bercampur jadi satu. Ntah kenapa habis wawancara itu rasa puas yang wah, begini ya rasanya! Ternyata dia orangnya seperti ini, bisa bertemu bahkan ngobrol yang bisa sampai 1 jam itu luar biasa sih.

Rasa grogi pekerjaan baru ini rasanya memang sedikit berbeda, tapi aku menikmatinya. Menikmati kekakuan menghitung uang, menikmati mendalami bahasa batak yang sudah memudar banyak dan pastinya merasakan vibes bekerja lagi setelah 6 bulanan saya menjadi jobless.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *