
‘Mama’ di Bali Jornalist Week
Sore itu (19/9) tahun lalu saya menuju kamar nomor 13, bersebelahan dengan kamar saya.
“Tok..tok,” mengetok dan membuka pintu yang masih tertutup rapi.
“Apa yang menarik dari kakak?,” saya langsung bertanya di ikuti gelak tawa.
Jannah bingung, akhirnya aku menjelaskan bahwa ingin menulis tentangnya. Mahasiswi Pendidikan Matematika sempat kaget, kenapa aku memilih dia.
Saya memilih untuk menanyakan tentang biodata peserta Bali Journalist Week ini terlebih dahulu. Saya asyik menulis dan perwakilan LPM Dinamika sibuk dengan pekerjaannya sendiri.
“Ngak apa-apa kan dek, kakak sambil beres-beres,” ujar Jannah yang masih sibuk.
“Ngak apa-apa kak,” saya menjawab.
Dengan mengenakan kaos hitam oblong, legging panjang sesekali ia ke depan dan kebelakang. Selesai beres-beres, perempuan berhijab itu langsung mengambil laptop dari lemari kain tepat di depan mata saya. Ambil posisi baring di sebelah saya, langsung menyalakan laptop yang baru saja di ambil.
Situasi santai, saya mendengarkan seperti ibu dan anak yang bercerita. Di tempat pelatihan Pemimpin Umum (PU) Dinamika di panggil ‘mama’. Tidak tau siapa pencetus nama itu, tapi semua peserta perempuan hampir semua memanggilnya sebutan mama.
“Merasa gimana gitu, kok tua kali,” ujarnya.
Didikan orang tua membuat Jannah di tuntut untuk bisa melakukan pekerjaan rumah sendiri tanpa bantuan orang lain. Pendidikan yang ia jalani memacu jannah untuk menjadi seorang sosok ibu (penyabar). Bertemu dengan siswa berbeda sifat, ada yang bandel, pendiam dan lainnya.
Sebagai PU
juga membuat Jannah harus lebih memahami kru dengan tingkah laku berbeda.
Menjaga komunikasi, memperhatikan perkembangan dan kemunduran setiap anggotanya
dan semua hal yang berkaitan dengan Dinamika.
Senin kemaren, sehabis mandi di masjid dekat kampus Udayana jannah sibuk
menelpon anggotanya. Satu per satu ia telpon dan di tanyai gimana keadaan kru
hingga Dinamika. Dari membangunkan hingga memberi arahan, kritik dan saran ia
lakoni sebagai PU.#
