Sosialisasi Pencegahan Karhutla pada Lembaga Sosial Desa Sungai Linau
Pagi itu, 21 Agustus 2015 lalu ruang rapat Kantor Desa Sungai Linau sudah tertata rapi, lengkap dengan kursi undangan, meja tamu dan proyektor. Semua sudah disiapkan. Angka jarum jam sudah menunjuk angka 9 lewat, masih dua atau tiga orang yang datang.
Sepuluh orang dengan seragam kemeja merah putih yang bertuliskan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan 2015 mulai panik. Cari solusi, tanyakan pada warga yang sudah datang. Salah satu bertanya, “undangannya sudah disebar.” Ada keinginan untuk menggedor atau menjemput warga ke rumahnya masing-masing.
Menunggu sekitar 45 menit, akhirnya acara sosialisasi dimulai. Panitia mulai masuk dan mengajak warga yang telah datang. Usai sambutan-sambutan, dilanjutkan dengan materi yang disampaikan oleh Ruci, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tanjung Pura. Ia menyampaikan dampak kebakaran hutan dan lahan secara umum dan menyoal hukum lingkungan hidup.
Ruci jelaskan secara hukum bisa ditanggulangi dengan preventif (pencegahan) dan represif (penerapan). Secara administrasi penegakan hukum lingkungan sesuai dengan Undang Undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) berupa pembekuan izin dari pemerintah. Jika tidak berhasil pada korporasi akan dilanjut pada penegakan hukum secara perdata atau berupa ganti rugi, jika tidak berhasil akan ditegakkan secara pidana (sesuai dengan pasal 10 KUHPidana). “Pemidanaannya juga agak berbeda dengan konsep pemidanaan tindak pidana lainnya yaitu dengan konsep pidana maksimal (straft maxima) dan pidana minimal (straft minimal). Secara lex specialis maka pengaturan tentang masalah Karhutla telah diatur dalam undang-undang Kehutanan,” papar Ruci jelaskan materi.
Saat sesi tanya jawab hanya satu orang yang bertanya. Karena tidak ada pertanyaan lagi, moderator meminta tanggapan warga menyoal kegiatan mereka saat membuka lahan.
“Kalau saya membuka lahan apalagi hanya sekitar dua hektar, biasanya semua pinggiran itu diparit. Jika bisa ajak tetangga lahan itu buat parit, lalu diusahakan tidak dibakar. Kegunaan parit ialah api tidak menjalar ke lahan kita,” ujar Sakiman salah satu warga beri pendapatnya. Menurutnya, mereka buka lahan dengan luas sekitar dua atau tiga hektar maka bisa tanpa dibakar. Tentu saja yang membakar lahan itu bukan kalangan menengah kebawah, biasanya yang punya banyak lahan luas dan ingin proses yang cepat.
Terakhir M Amin Junus selaku Ketua Badan Permusyaratan Desa (BPD), katakan bahwa desanya kekurangan alat buat pemadaman. Karena selama ini warga desa kewalahan memadamkan api.
Mulyono, Penjabat Sementara Kepala Desa juga katakan hal yang sama. Kendala desa ialah jika musim kemarau tiba maka persediaan air kurang, bahkan air kanal dengan kedalaman hampir tiga meter itu kering. Air parit yang biasanya mengalir juga semuanya kering. Ia sebutkan, warga hanya bisa menjaga lahannya masing-masing dan jika terjadi kebakaran maka yang bisa dilakukan hanya swasembada melakukan pemadaman. Gunakan mobil dan timba warga. Jika letak kebakaran jauh atau tidak dekat dengan pemukiman, warga hanya membiarkannya saja.
Sosialisasi yang dilaksankan pada 21 Agustus 2015 itu berjalan lancar. Panitia berdiskusi dengan warga terkait program edukasi informal pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) melalui kelembagaan sosial masyarakat yang dibawa. Sosialisasi tersebut dibuat atas permintaan warga desa. “Karena kalian dari berbagai jurusan dan universitas yang berbeda, kami ingin kalian berbagi ilmu dengan warga desa. Tidak hanya pemahaman soal Karhutla, bisa saja tentang administrasi desa dan pengetahuan lainnya yang bisa dibagikan,” ujar warga saat bertandang ke rumahnya.
Sebelumnya peserta KKN Kebangsaan di Desa Sungai Linau sudah merencanakan kegiataan sosialisasi saat tiba dilokasi. Rancang persiapan acara hingga teknis pelaksanaan secara umum. Awalnya informasi yang kami terima bahwa bagi peserta yang ingin melaksanakan kegiatan di desa jika mengundang pemateri dari luar maka harus membuat proposal yang ditujukan pada panitia KKN Kebangsaan. Namun setelah proposal mulai dikerjakan oleh peserta, ada perubahan informasi lagi. Kegiatan yang harusnya dilangsungkan di desa dipindah ke kecamatan, khususnya Siak Kecil dan Bukit Batu.#