Bilik Cerita

Titipan Baju Khas Riau

Senin, 26 Desember tahun lalu, sekitar pukul 2 siang, tiba-tiba hp ku berbunyi. Ada panggilan telepon, tertulis namanya Togar memanggil. Aku angkat dan kami pun ngobrol banyak.

Dia teman Sekolah Menengah Pertama. Kuliah di Universitas Negeri Medan ambil jurusan Bahasa Indonesia. Kini sudah wisuda, dan sekarang on proses nyari pekerjaan. Yah, seperti curhatannya, ia tanyakan pendapatku mengenai pekerjaan yang akan dilakoninya. “Bagaimana menurutmu, jadi guru honor di pedalaman atau guru di kota tapi berpindah-pindah,” tanyanya. Wah, aku lebih sukanya dia benar-benar bisa mengabdi jadi guru dan tempatnya di pedalaman seperti yang dia sebutkan. Ngapaian harus di kota kalau di desa ada yang membutuhkan. Dia mengiyakan, katanya jawabanku sama dengan saran orangtuanya. Iya, sebutku lagi. Disana kan lebih membutuhkan. Apalagi dari penjelasannya bahwa guru disana hanya tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Jadi ia bisa sharing banyak hal, seperti pengalaman kuliah dan lainnya.

Lama berbincang, lalu ia tanyakan, “aku bisa nitip tidak.” Ia mau menitip baju khas Pekanbaru, dengan kata seperti I Love Pekanbaru. Sontak saja, aku ketawa dengarnya. Bagaimana tidak, dia orang yang lama tinggal di Riau ingin punya baju khas daerahnya. Dia hanya diam lalu sebutkan itu sebagai bukti pada temannya yang di Medan bahwa ia tinggal di Riau. Menurutnya, kalau temannya tidak melihat ada bukti khas dari Riau menandakan ia tidak tinggal di Riau.#

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *