Kuliah

Universita Riau Tuan Rumah KKN Kebangsaan 2015

Libur semester hampir usai, tinggal menghitung minggu. Saat ini, mahasiswa yang sudah atau sedang jalani 100 Sistem Kredit Semester (SKS) disibukkan dengan Kuliah Kerja Nyata atau disingkat KKN. Pasalnya di Universitas Riau atau disingkat UR, KKN ditetapkan sebagai mata kuliah wajib dengan bobot 4 Sistem Kredit Semester (SKS) dan diatur pada Keputusan Rektor Nomor 193/H.19/AK/2008.

Tahun lalu, UR sukses gelar KKN reguler, bilateral, dan kebangsaan. Pengabdian ini sama saja, hanya dibedakan waktu dan lokasi. Reguler dikelola sepenuhnya oleh UR, sedangkan bilateral oleh dua universitas. Saat itu, UR utus sekitar 27 mahasiswa ke Universitas Syah Kuala Aceh.

Sedikit berbeda dengan KKN kebangsaan. Selain salah satu agenda resmi dari Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri (BKS PTN) wilayah barat juga digelar bergilir tiap provinsi. Termasuk Sumatra, Jawa bagian barat, Banten dan Kalimantan Barat.

Kala itu, UR diberi mandat sebagai tuan rumah. Sebab, Riau dengan posisi geografis dan ekonomi dianggap center of silent. Dan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang sudah jadi isu nasional bahkan internasional. Lokasi KKN juga dipilih menurut daerah lahan gambut dan rawan Karhutla, seperti Kabupaten Bengkalis, Siak, Meranti dan Pelalawan.

Tiap desa atau kelompok terdiri dari 10 hingga 12 orang. Dibagi menurut jurusan, jenis kelamin dan universitas yang berbeda. Sebelumnya, tiap kelompok dipertemukan saat pembekalan di Batalyon 132 Wira Bima Bangkinang. Terkumpul sebanyak 662 mahasiswa dari PTN se Indonesia dan Universiti Teknologi Malaysia (UTM).

Selama Agustus, tiap kelompok laksanakan program KKN Kebangsaan yang sudah ditentukan. Pertama, inisiasi dan optimalisasi kelembagaan Masyarakat Peduli Api atau disebut MPA. Selanjutnya, fasilitas pembentukan Peraturan Desa (Perdes) pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), pembangunan canal blokcing untuk perbaikan sistem tata air mikro pada lahan gambut terdegrasi. Keempat, revetasi dengan tumbuhan lokal pada lahan gambut terdegrasi. Kelima, edukasi informal pencegahan karhutla melaui kelembagaan sosial masyarakat. Terakhir, pembelajaran pencegahan karhutla pada pendidikan dasar dan menengah.

Dari keenam tersebut, tiap kelompok wajib memilih dua program yang disesuaikan dengan kebutuhan desa. Di Sungai Linau, Kecamatan Siak Kecil Bengkalis kami fokuskan program sosialisasi pencegahan Karhutla pada lembaga sosial dan pendidikan dasar. Sebab, disana belum ada sekolah menengah pertama.

Pertama, kami sosialisasi di SDN 14 Sungai Linau. Lakukan pendekatan dengan kepala sekolah, guru dan siswa untuk lebih mencintai lingkungan. Yakni, ajak siswa tanam bunga di halaman sekolah dan tidak membuang sampah sembarangan. Guna menanamkan jiwa cinta lingkungan dan menyadari tindakan yang dilakukan dengan alam sekitarnya. Jika siswanya tahu dan sadar maka ia tidak akan berani untuk membakar dan merusak saat dewasa nanti.

Terlihat dengan antuasias siswa ikuti kegiatan dan menanam bunga. Namun, sangat disayangkan siswa disana masih kurang peduli pada kebersihan lingkungan sekolahnya. Masih banyak siswa buang sampah sembarangan, tampak tong sampah yang sudah disiapkan tidak terisi penuh walau sudah berhari-hari.

Kedua, sosialisasi dengan warga terkait penanganan jika terjadi Karhutla. Sosialisasi tersebut dibuat atas permintaan warga desa saat bertandang ke rumah. Saat warga buka lahan, mereka biasa buat parit disemua pinggiran. Untuk hemat biaya dan waktu, akan mengajak tetangga lahan. Guna antisipasi agar api tidak menjalar jika terjadi Karhutla. Mereka juga usahakan tidak membakar, apalagi saat musim kemarau tiba.

Sebab, saat itu persediaan air kurang. Parit disekitar pemukiman biasanya mengalir akan kering, bahkan tasik atau kanal sebagai persediaan air saat kemarau dengan kedalaman hampir tiga meter. Biasanya warga hanya bisa menjaga lahan masing-masing. Jika sudah terjadi kebakaran, yang bisa dilakukan pemadaman secara gotong royong. Gunakan mobil dan timba warga. Jika letak kebarakan jauh atau tidak dekat pemukiman, maka hanya dibiarkan saja. Tidak adanya alat pemadam dikeluhkan oleh warga.

Selain itu, kegiatan MPA sudah dihandle oleh panitia KKN Kebangsaan di kecamatan. Yang mana tiap desa kirimkan 2 orang perwakilan anggota MPA ikuti pelatihan di Kecamatan Bukit Batu. Dikarenakan, kegiatan pelatihan diikuti dua kecamatan, Siak Kecil dan Bukit Batu.

Dua orang jumlah yang sedikit untuk ikut pelatihan bagi desa membentuk MPA, khususnya Sungai Linau saat ini belum ada MPA secara resmi. Dan akan diinisiasi pada awal tahun 2016. Karena garda terdepan Karhutla ialah masyarakatnya atau MPA. Sebab terkendala jabatan kepala desa yang sementara.

Hampir tiap desa melakukan sosialisasi pada lembaga masyarakat dan sekolah dasar dan menengah. Waktu yang bisa dikatakan singkat. Sebab program lainnya butuh tahapan dan kerjasama warga yang banyak. Anggota kelompok juga harus menyesuaikan budaya dari tiap provinsi dan saat tiba dilokasi.

Selain itu, untuk mempersuasif haruslah dilakukan secara berulang-ulang. Penyadaran atau edukasi pada masyarakat tidak cukup saat KKN Kebangsaan yang telah kami lakukan. Harus ada tindak lanjut.#

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *